Sabtu

Penggusuran Pasar Barito

Korbankan Pedagang demi Paru-paru Kota

Beberapa waktu lalu, orang Jakarta, khususnya pecinta klub sepakbola Persija marah besar. Karena home base klub ini yakni stadion Menteng digusur dan dijadikan taman kota.

Kejadian serupa kembali terjadi. Kali ini menimpa ratusan pedagang ikan hias dan bunga (florist) di Pasar Barito. Para pedangan yang menempati lahan taman sejak puluhan tahun lalu itu, terpaksa harus menyaksikan lahan mencari nafkah yang selama ini menjadi andalan digusur.

Dengan mengerahkan ratusan Satpol PP dibantu dibantu aparat keamanan dari kepolisian, pada Jumat (18/1) pagi terjadilah penggusuran itu. Di tengah aksi tidur di jalan para pedagang, aparat satpol PP merangsek masuk menerobos kerumunan, dan menghancurkan kios-kios di kawasan tersebut, dibantu beberapa buah buldozer.

“Aparat menggunakan pentungan dan potongan kayu untuk memukul dan menghancurkan bangunan toko. Kami yang bertahan dengan berbaring di badan jalan langsung dilangkahi, kemudian mereka langsung mengayunkan pentungannya merobohkan toko kami,” kata H Yahya, salah seorang pedagang.

Tidak memakan waktu lama, pasar Barito rata dengan tanah meninggalkan onggokan sampah, bahan-bahan bangunan dan kenangan bagi warga Jakarta Selatan. Memang kenangan akan pasar Barito bukan hanya milik pedagang yang tergusur, tetapi juga warga kota yang tinggal di sektiar kawasan tersebut.

Karena selama puluhan tahun, pasar Barito adalah tumpuan masyarakat untuk mendapatkan bunga papan, ucapan selamat ataupun duka cita dari berbagai kantor dan perumahan. Selain itu, koleksi ikan hias yang ditawarkan pedagang Barito juga termasuk lengkap. “Waduh, harus nyari tempat belanja yang lain dong,” kata Iwan, seorang penggemar ikan hias yang menyaksikan penggusuran tersebut.

Hanya saja, penggusuran itu banyak dipertanyakan oleh para pedagang. Benar-benar untuk dikembalikan fungsinya sebagai lahan terbuka hijau atau untuk keperluan lainnya. Karena pada awalnya, tahun 1970, Pasar Barito diresmikan sebagai Pusat Penjualan Ikan dan Bunga di Jakarta, oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin.
“Kami curiga ada proyek besar di balik penggusuran ini, ada proyek kapitalis,” tuding

Kuasa Hukum Pedagang Barito, Hermawanto, dalam konferensi pers bersama Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Selamet Daroyani, serta para pedagang korban penggusuran Pasar Barito.

Pedagang Tolak Relokasi

Pemda DKI Jakarta melalui Wakil Wali Kota Jakarta Selatan, Budiman Simarmata, mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi jauh sebelum penggusuran. Mereka telah diminta untuk pindah ke Pasar Inpres Radio Dalam. Di sana sudah disediakan kios berukuran 2x2 meter belum termasuk area perancang bunga seluas 5x20 meter yang disiapkan secara khusus. “Surat sudah kami layangkan sejak 7 Januari lalu dan mereka diberikan batas waktu hingga 17 Januari untuk pindah ke tempat yang telah disediakan,” ujarnya.

Menurut dia, lokasi pasar Barito dikembalikan ke konsep semula, yakni Taman Ayodya. Ketua Kelompok Pedagang Barito, Teddy Panji, menyayangkan penggusuran paksa itu. Dia mengatakan para pedagang akan tetap bertahan di lokasi tersebut sampai ada kepastian relokasi.

Menurut dia, tempat relokasi yang disediakan di wilayah Radio Dalam, selain kiosnya kecil, lokasinya tidak strategis. “Bagaimana mau menempati kalau bangunannya tidak sesuai, bahkan belum rampung. Fasilitas seperti air dan listrik juga belum tersedia. Intinya, relokasi ini terkesan hanya main-main,” katanya.

Sebenarnya, saat penggusuran terjadi, kasusnya masih bergulir di Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN). Seharusnya, gugatan kepada Wali Kota Jakarta Selatan tersebut mestinya disidangkan, tetapi tertunda akibat adanya penggusuran. Nah, tinggal kita tunggu bagaimana kelanjutan peristiwa yang cukup menggemparkan ini.