Rabu

Batik

Batik, Jangan Sekedar Tren

Tahun 2008, batik kembali tren. Berbagai jenis model busana mulai dari pakaian santai, pakaian kerja, sampai gaun malam menggunakan batik.

Kita sebagai bangsa asli pemilik batik seharusnya turut merasa bangga apabila melihat tren fasyen akhir-akhir ini. Busana batik yang kini karismanya sedang naik daun seakan menjadi tren bagi semua orang. Mereka tak canggung mengenakan batik bahkan telihat bangga.

Masih segar dalam ingatan kita, mungkin baru pertama kalinya seorang Bill Gates- big boss Microsoft mengenakan batik, sampai-sampai Presiden SBY harus mengganti kostumnya dari jas lengkap berdasi, menjadi baju batik lengan panjang, fenomena apakah ini?

Sebenarnya batik sebagai salah satu tren dalam dunia fesyen dalam negeri sudah mulai ngetop jauh sebelum booming adanya kasus klaim Malaysia. Malaysia mengklaim batik kain asal negeri itu. Ulah negeri jiran itu membuat rakyat Indonesia, terutama orang-orang yang peduli pada batik, berang. Upaya melestarikan dan mempromosikan batik makin giat dilakukan.

Beberapa perancang telah memopulerkan batik beberapa tahun silam. Iwan Tirta telah memopulerkannya pada 1970-an. Melalui tangannya, batik yang awalnya berada dalam kungkungan busana tradisional semisal kain, kebaya, sarung, dan lain sebagainya, mulai menjamah dunia fesyen modern. Iwan Tirta menaikkan gengsi kain tradisional itu menjadi gaun malam mewah dan elegan.

Tidak hanya pakaian resmi dan kasual, batik juga bisa dikenakan sebagai hiasan interior rumah. mulai dari gorden, sarung bantal, sampai taplak meja. Batik bisa dikemas menjadi bentuk apa saja. Bahannya ringan dan warnanya juga natural, jadi tidak sulit untuk dimidifikasi.

Fleksibilitas kain tradisional ini membuat batik digemari. Tak heran, mulai dari kalangan pejabat, artis, hingga ibu rumah tangga kini mulai gemar mengenakan batik. Bagi kaum hawa busana batik dengan model tangan balon dan baby doll menjadi pilihan favorit. Mereka nampak anggun, cantik, inilah wanita Indonesia sesungguhnya.

Panen
Tren batik yang mulai bangkit di dalam negeri ternyata juga berpengaruh positif pada ekspor batik ke mancanegara. Berdasarkan data dari Departemen Perdagangan (Depdag), yang menunjukkan peningkatan ekspor dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, nilai ekspor batik tidak langsung tidak mencapai sekitar Rp 200 miliar, sedangkan ekspor langsung nilainya US$ 3,2 juta. Jenis batik yang paling banyak diminati pasar ekspor adalah batik untuk sarung pantai. Sementara batik yang digunakan untuk baju atau kaus, berkisar 20-30 persen dari total ekspor.

Selang lima tahun ekspor batik khusus di daerah Jawa Tengah tahun 2007 sebesar US$ 29,3 juta atau naik 20,24 persen dibanding tahun 2006 sebesar US$ 24,4 juta. Nilai tersebut merupakan 36,46 persen dari total ekspor batik Indonesia tahun 2007.

Sementara tujuan umum ekspor batik adalah negara AS yang menyerap 64,59 persen dari seluruh ekspor batik dunia. Urutan selanjutnya Jerman 5,39 persen, Inggris 5,20 persen, Belgia 2,75 persen dan Prancis 2,27 persen.

Senada dengan Depdag, Badan Pengembang Ekspor Nasional juga mencatat perkembangan batik di Indonesia meningkat, sehingga tahun 2006 sudah mencapai 48,287 unit dengan menyerap tenaga kerja 792,285 orang dan nilai produksinya mencapai Rp 2,9 triliun. Unit batik itu tersebar di 17 provinsi di Indonesia antara lain Jawa Tengah yang pusatnya di Pekalongan.

Dari mulai rumah mode berkelas hingga pasar konveksi sekelas Tanah Abang mengalami banyak permintaan akan busana batik. Beberapa bulan belakangan mereka kebanjiran order batik. Permintaan tidak hanya dari pulau Jawa saja banyak pula luar Jawa, bahkan luar negeri.

Bukti lainnya adalah pada setiap hari libur ada yang berbeda pada lantai 2 Blok A pasar Tanah Abang, terjadi kepadatan pengunjung yang luar biasa pada lantai tersebut yang memang dikhususkan untuk berjualan batik. Suasana serupa terlihat juga pada sentra-sentra penjualan batik lainnya di Jakarta.