Selama ini, rumah makan Sunda biasanya berasal dari tanah Parahyangan. Seperti Bandung, Padalarang, Kuningan, dan lain-lain.
Satu rumah makan Sunda yang ‘lain’ adalah Kedai Ma’ Pinah, yang tidak berasal dari tanah Pasundan. Kedai makan yang terletak di daerah Tendean ini berasal dari Pamanukan.
“Kedai Ma’ Pinah memang berbeda dari rumah makan Sunda yang lain. Biasanya mereka kan berasal dari tanah Parahyangan, kami berbeda,” kata Bapak Syafruddin, pengelola Kedai Ma’ Pinah.
Perbedaan itu, kata dia, bukan terletak pada makanan secara keseluruhan, tetapi kekhasan rasa makanan yang disajikan. Karena Ma’ Pinah adalah kedai makanan yang merupakan resep warisan leluhur dari keluarga Syafruddin di Pamanukan. Di sana, rumah makan Ma’ Pinah berdiri di dua lokasi selama puluhan tahun. Kemudian dikembangkan oleh cucu ketiganya dengan membuat lebih banyak menu dan merambah Jakarta.
Adapun makanan khas di Ma’ Pinah adalah nasi bakar, ikan etoy bakar bumbu rempah, kemudian pepes ikan mas, gurame. Salah satu ciri khas masakan Sunda, sayur asem, dan lalapan tersedia setiap hari. Untuk bumbu rempah, terasa sangat berbeda karena banyak gabungan dari berbagai rempah yang menghasilkan rasa yang unik. “Karena kami di Jakarta, ada juga masakan Betawi, sop iga pindang untuk memenuhi selera masyarakat sini,” katanya.
Dari segi harga, lanjut dia, kedai Ma‘ Pinah tergolong murah untuk ukuran restoran di Jakarta. Seperti harga makanan yang dalam kisaran dari Rp 4 ribu sampai Rp 30 ribuan dan minuman mulai dari seribuan. Kemudian layanan pesan antar meliputi daerah Dharmawangsa, Pancoran, Wijaya dan Kebayoran.
Bagi yang bosan meeting di kantor, dapat menggunakan kedai Ma’ Pinah sebagai tempat meeting yang representative, berkapasitas 24 tempat duduk. Selain itu, Ma’ Pinah dapat juga dipergunakan untuk acara-acara arisan, ulang tahun, buka bersama, halal bihalal dan lain-lain. “Di Jakarta ini, merupakan pilot project Ma’ Pinah untuk keluar kandang. Melihat potensinya, kemungkinan 2008 kami akan membuka beberapa restoran lagi di tempat lain di ibukota,” katanya.
Melalui berbagai survey, lanjut dia, Ma’ Pinah mengincar untuk membuka usaha di Bendungan Hilir dan Bintaro. Selain itu, beberapa tawaran untuk membuka franchise atau waralaba di daerah lain banyak diajukan pelanggan Ma’ Pinah. Meski berpikir ke arah situ, untuk saat ini masih sulit untuk diwujudkan. “Kami sedang membenahi sistem yang ada di Ma’ Pinah, nanti kalau sudah terstruktur dengan baik, baru berpikir kesitu,” pungkasnya.
Satu rumah makan Sunda yang ‘lain’ adalah Kedai Ma’ Pinah, yang tidak berasal dari tanah Pasundan. Kedai makan yang terletak di daerah Tendean ini berasal dari Pamanukan.
“Kedai Ma’ Pinah memang berbeda dari rumah makan Sunda yang lain. Biasanya mereka kan berasal dari tanah Parahyangan, kami berbeda,” kata Bapak Syafruddin, pengelola Kedai Ma’ Pinah.
Perbedaan itu, kata dia, bukan terletak pada makanan secara keseluruhan, tetapi kekhasan rasa makanan yang disajikan. Karena Ma’ Pinah adalah kedai makanan yang merupakan resep warisan leluhur dari keluarga Syafruddin di Pamanukan. Di sana, rumah makan Ma’ Pinah berdiri di dua lokasi selama puluhan tahun. Kemudian dikembangkan oleh cucu ketiganya dengan membuat lebih banyak menu dan merambah Jakarta.
Adapun makanan khas di Ma’ Pinah adalah nasi bakar, ikan etoy bakar bumbu rempah, kemudian pepes ikan mas, gurame. Salah satu ciri khas masakan Sunda, sayur asem, dan lalapan tersedia setiap hari. Untuk bumbu rempah, terasa sangat berbeda karena banyak gabungan dari berbagai rempah yang menghasilkan rasa yang unik. “Karena kami di Jakarta, ada juga masakan Betawi, sop iga pindang untuk memenuhi selera masyarakat sini,” katanya.
Dari segi harga, lanjut dia, kedai Ma‘ Pinah tergolong murah untuk ukuran restoran di Jakarta. Seperti harga makanan yang dalam kisaran dari Rp 4 ribu sampai Rp 30 ribuan dan minuman mulai dari seribuan. Kemudian layanan pesan antar meliputi daerah Dharmawangsa, Pancoran, Wijaya dan Kebayoran.
Bagi yang bosan meeting di kantor, dapat menggunakan kedai Ma’ Pinah sebagai tempat meeting yang representative, berkapasitas 24 tempat duduk. Selain itu, Ma’ Pinah dapat juga dipergunakan untuk acara-acara arisan, ulang tahun, buka bersama, halal bihalal dan lain-lain. “Di Jakarta ini, merupakan pilot project Ma’ Pinah untuk keluar kandang. Melihat potensinya, kemungkinan 2008 kami akan membuka beberapa restoran lagi di tempat lain di ibukota,” katanya.
Melalui berbagai survey, lanjut dia, Ma’ Pinah mengincar untuk membuka usaha di Bendungan Hilir dan Bintaro. Selain itu, beberapa tawaran untuk membuka franchise atau waralaba di daerah lain banyak diajukan pelanggan Ma’ Pinah. Meski berpikir ke arah situ, untuk saat ini masih sulit untuk diwujudkan. “Kami sedang membenahi sistem yang ada di Ma’ Pinah, nanti kalau sudah terstruktur dengan baik, baru berpikir kesitu,” pungkasnya.
Comment Form under post in blogger/blogspot